Bisa kita lihat dari judulnya, pasti isi curhatan kali ini engga kalah gajelasnya seperti yang sudah sudah wk. Oke langsung
Pelit? Apa sih pelit? Inilah menurut salah satu member
Kompasiana
Pelit adalah sifat enggan berbagi nikmat yang dimiliki terhadap orang lain. kekeh untuk menjaga apa yang dimilikinya agar tak berkurang sedikitpun terhadap orang lain. namun jika untuk urusan dirinya sendiri, ia bisa demikian royal, sehingga pelit tidak identik dengan sikap hemat. Ia lebih kepada sifat dasar yang tak ingin berbagi dengan orang lain.
Menurut indra pendengaran gue, gue adalah orang yang pelit, orang yang terlalu 'ngeman' (baca:terlalu menyayangkan) . Sebagai orang yang unyu gue kadang nyangkal kadang nerima, karena gue sendiri bimbang.
"He kamu kok pelit sih?" tanya si A , minimal gue hanya terdiam pura-pura gadenger, atau maksimal gue menggumam.
Kadang klo sendiri dikelas gue sering merenung gumaman temen gue atau bahasa yang lebih familiernya itu 'ngrasani' (baca:membicarakan orang lain) gue makin bingung, apalagi klo mules mendadak, itu sebuah keadaan yang rumit, sangat rumit. Memfikirkan sesuatu dengan perasaan perut mules itu ga eksotis, banget.
Kira kira beginilah yang ada dipikiran gue saat itu:
"Apa iya aku ini pelit? Tapi kan.. "
Banyak hal yang gue pikirkan saat itu, campur aduk, apalagi klo mulesnya udah dipuncaknya, astaga sekali itu!
Beginilah sisi pandang gue, ingat ini gue lagi bukan ajang pamer, okeh?
1. Coba deh lo bayangin, barang buat hobby lo dipake. Mahal. Trus dipakenya semena-mena. Klo make drawing pen tuh dipencetnya maksimal, gitu gimana ga rusak coba, orang pe'ak hal gituan ya pasti tau kali!
2.Ada lagi, alat tulis gue, tape-ex kertas. Kelas 7 gue sempet dibikin kejang kejang sama temen gue. Oke, gue terang aja, merknya Faber Castell, dan menurut gue itu mahal dan itu pake duit gue jadinya gue tambah mikir 2x , panjang tape ex kertasnya itu pendek jadi klo diborosin ya cepet abis. Untungnya kualitasnya sepadan-lah sama harganya.
Beberapa temen gue yang lebih tertarik kemasannya daripada isinya (elo pasti tau maksud gue) sering banget pinjem tape ex, padahal status ekonomi mereka tuh bisa dibilang mencukupi, malah lebih apalagi sekarang sekolah gratis, jadinya menurut gue apa susahnya sih cuma beli tape ex, huh? . Iya gapapa sih cuman pinjam saat lupa gabawa, lah ini sengaja gabawa. Lu tau ga , sakitnya tuh disinii.. *tunjuk piggy bank*.
3. Feeling dan kenyataan gue ternyata bener. Membawa kamera DSLR ke sekolah itu bikin tambah kelihatan betapa noraknya temen gue. Bukan merasa jadi udik keren sih, tapi emang parah banget tuh temen temen gue. Kira kira begini kronologinya:
Saat itu ada acara sekolah, jadi gue berinsiatif dengan feeling yang gaenak dan ternyata terjadi.
Disaat gue mau naruh kamera karena gue mau jalan jalan sendiri , tiba-tiba ada temen yang teriak ke gue,
"Eh aku boleh pinjam kameramu engga?" tanya salah satu temen gue , dengan sigap gue langsung berfikir sebab akibat bila gue mbolehin pinjemin,
"Boleh, tapi tangannmu jangan kotor, terutama minyakkan" jawab gue simpel ,
"Oke oke" jawabnya,
" Awas klo ada apa apa" perintah gue yang menandakan gue ga percaya sama dia
"Oke bos" jawabnya santai
Setelah gue tinggal dia bersama kamera gue yang unyu unyu, gue kembali menghampiri dia
"Loh mana kameraku? " tanyaku heran sambil ketakutan
"Tuh di si B " jawab dia santai
"Hey B sini kameraku" pintaku
"Ok ok, nih" jawabnya santai sambil memberikan kameraku padaku
Feeling gaenak terasa benar, kamera gue minyakan, baunya kayak gorengan , gue jadi heran apa sebegitu sok kecenya mereka sampai sampai mengira kamera gue ini serbet, huh? -_-
Karena dari pengalaman itu gue ga sembarangan minjemin kamera gue yang unyu itu wk.
Jadi cara menanggapi dengan bijak gimana sih??